indische' voice

indische' blurbs on -
just about anything.

Tuesday, February 10, 2004



Mati Keurug Pesangon Ala BPPN

Pesangon adalah hak normative tiap-tiap pekerja dan pegawai yang dijamin oleh
Undang-undang. Tapi bagaimanakah jika pesangon tersebut diberikan diluar pakem
atau aturan yang ada? Kontroversi dan kehebohanlah yang akan terjadi. Lebih-
lebih jika itu menyangkut sebuah Badan pelat merah macam Badan Penyehatan
Perbankan (BPPN).

Masalah pesangon bagi karyawan BPPN hingga saat ini masih menjadi topik hangat
karena jumlah pesangon bagi karyawan BPPN yang sangat besar. Siapa yang tidak
terkejut dan kaget dengan jumlah pesangon karyawan BPPN yang konon mencapai Rp.
500 Miliar rupiah. Jumlah tersebut bukan saja terlalu besar, tapi sungguh tidak
patut dan kebablasan.

Dalam hal jumlah pesangon persebut, BPPN telah menunjukkan itikad yang sungguh
tidak terpuji. Para pejabat BPPN cenderung melayani nafsu serakah dan aji
mumpung. Mumpung ada kesempatan menggarong kekayaan negara, kenapa tidak? BPPN
telah mengubah azas to each according to his deed menjadi according to his
greed. Nafsu serakah dikedepankan. BPPN sama sekali tidak menunjukkan sense of
crisis, yang menonjol adalah sense of nggarong harta negara rame-rame. BPPN
juga tidak mempunyai kepekaan terhadap nasib karyawan PT DI, dan nasib buruh di
Indonesia pada umumnya, yang dalam menuntut hak-hak normative pekerja terlebih
dahulu harus menghadapi pentungan brimob.

Jika BPPN selama umurnya menunjukkan kinerja yang memuaskan, mungkin masyarakat
bisa sedikit maklum. Tapi kinerja BPPN selama ini sungguh jeblok, jauh dari
yang diharapkan. Berapa sih tingkat recovery rate dari ratusan triliun asset
yang di kelola BPPN.Tidak sampai 20%. Padahal MPR mengamanatkan recovery rate
70%. Apalagi jika kinerja BPPN ditinjau dari tugas utama mereka, yakni
melakukan penyehatan perbankan di Indonesia. Jeblok, rek!

Besarnya pesangon bagi karyawan dan pejabat BPPN jika dirunut ke belakang,
tidak lepas dari besarnya gaji bulanan yang mereka terima. Jika menyimak data
dari Bisnis Indonesia, secara pro rata gaji karyawan tetap BPPN adalah Rp. 17
juta rupiah per bulan. Gaji bulanan Syafrudin Temenggung ternyata enam kali
lebih besar ketimbang atasannya, Meneg BUMN atau dua kali gaji resmi Megawati.
Itu belum benefit lainnya yang dia terima. Bukan rahasia lagi bahwa gaya hidup
dan fasilitas ketua BPPN dan para deputinya laksana seorang baron. Bergelimang
kemewahan.

Kenapakah kita mempersoalkan besarnya pesangon karyawan dan pejabat BPPN.
Alasannya sederhana, duit yang dikelola oleh BPPN adalah uang milik negara,
milik rakyat Indonesia, bukan milik mbahe Syafrudin Temenggung. Kita tidak mau
kekayaan negara dihambur-hamburkan dengan cara BPPN seperti itu. Sudah terlalu
banyak duit yang dihambur-hamburkan oleh BPPN selama ini tanpa out put yang
jelas. Diluar factor di atas, rasa keadilan adalah alasan kenapa kita harus
mempersoalkan pesangon karyawan BPPN.

Para pejabat BPPN dapat di golongkan telah melakukan breach of
trust_mengingkari amanat yang diberikan oleh negara. Memperkaya diri sendiri
melalui trik tipu - tipu macam uang pesangon tidak dapat dibiarkan. Kita
berharap Megawati dan Mentri Keuangan dan juga DPR tidak membiarkan BPPN
bertindak diluar undang-undang. BPPN dan para pejabat dan karyawannya tidak
dapat bertindak seolah-oleh mereka berada di atas undang-undang.

(supriyono)
****

0 Comments:

Post a Comment

<< Home